Polemik antara Indonesia dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) soal pembatalan visa enam atlet Israel jadi pengingat bahwa geopolitik bukan lagi isu yang jauh dari teritorial Indonesia.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) meminta seluruh federasi olahraga internasional untuk tidak menggelar pertandingan di Indonesia setelah pemerintah membatalkan visa enam atlet Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam 2025.
Tak hanya itu, IOC juga memutuskan menghentikan dialog dengan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) terkait peluang Indonesia menjadi tuan rumah ajang multievent seperti Olimpiade.
Langkah IOC menunjukkan bagaimana satu keputusan politik bisa berdampak luas dari hubungan diplomatik hingga reputasi global Indonesia. Inilah mengapa generasi muda harus memahami geopolitik. Sebab, lini ini menyentuh hampir semua aspek kehidupan.
Geopolitik Bukan Sekadar Isu Negara
Konteks geopolitik hari ini jauh lebih kompleks. Rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok, perang Rusia-Ukraina, hingga konflik Timur Tengah ikut menentukan arah perdagangan, teknologi, energi, bahkan hiburan digital.
Dunia kerja, kampus, dan ruang kreatif kini juga tak lepas dari dinamika geopolitik mulai dari beasiswa luar negeri hingga kerja sama riset dan budaya. Bahkan menentukan harga satu satu potong kaos branded kita.
1. Karena Globalisasi Tak Lagi Netral
Dunia tidak lagi bergerak atas nama kemajuan bersama, tapi penuh dengan kepentingan dan strategi masing-masing negara. Contohnya, persaingan ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok telah berdampak besar terhadap rantai pasok dunia.
Indonesia ikut terdampak mulai dari harga bahan bakar, pangan, hingga akses teknologi semikonduktor. Jika anak muda tak memahami konteks ini, mereka bisa kehilangan daya kritis terhadap kebijakan ekonomi global dan nasional.
Melek geopolitik membantu kita membaca arah kepentingan dunia dan menempatkan Indonesia bukan hanya sebagai pasar, tapi pemain aktif di arena global.
2. Literasi Politik Global Adalah Ketahanan Baru
Di era banjir informasi, memahami konteks geopolitik bisa mencegah kita termakan narasi atau propaganda asing yang memecah belah. Fenomena ini nyata. Contohnya, konflik Rusia–Ukraina menimbulkan perang opini digital di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Artinya, literasi geopolitik adalah bentuk ketahanan nasional digital. Anak muda yang memahami geopolitik akan lebih tahan terhadap manipulasi informasi dan tidak mudah terseret polarisasi global.
3. Masa Depan Indonesia di Tangan Generasi Global-Minded
Di era multipolar seperti sekarang, menjadi “cerdas akademis” saja tidak cukup. Kita butuh generasi yang paham geopolitik agar bisa membaca arah dunia.
Ketika Tiongkok meluncurkan Digital Silk Road, Indonesia menjadi target ekspansi jaringan data dan infrastruktur AI. Anak muda yang memahami geopolitik akan lebih siap beradaptasi dalam dunia kerja global baik sebagai diplomat, inovator, wirausahawan, maupun kreator yang membawa identitas Indonesia di kancah dunia.
4. Karena Ketahanan Nasional Dimulai dari Kesadaran Sipil
Kesadaran geopolitik bukan cuma soal tahu siapa sekutu atau lawan Indonesia, tapi juga memahami bagaimana kekuatan global memengaruhi stabilitas nasional.
Hal ini ditegaskan dalam Sarasehan Kebangsaan bertema “Memperkokoh Ideologi Pancasila Menghadapi Tantangan Geopolitik Global Menuju Indonesia Raya” (20/5/2025) di Gedung Nusantara IV, MPR RI.
Mengutip dari bpsdm.kemenkum.go.id, Staff Ahli Menko Polhukam kala itu, Letjen TNI (Purn.) Dr. Yoedhi Swastanto mengatakan penting bagi generasi muda memahami dinamika geopolitik dan memperkuat ketahanan nasional di tengah perubahan global yang cepat.
“Kalau kita kuat, kita bisa berbuat apa saja. Tapi kalau lemah, kita tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya menerima keadaan,” ujarnya, mengutip pernyataan Presiden Prabowo Subianto.
Ia juga menyoroti pentingnya Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2025 tentang tentang Dewan Pertahanan Nasional yang berperan mendukung kebijakan pertahanan secara berkelanjutan.
Dengan begitu, anak muda yang paham geopolitik akan lebih siap menghadapi perubahan global. Mulai dari ekonomi digital, migrasi tenaga kerja, hingga arah kebijakan luar negeri. Melek geopolitik bukan sekadar pengetahuan tambahan, tapi bisa jadi bentuk baru dari nasionalisme.
Leave a Reply