- Apa Itu Gig Economy?
- Kenapa Anak Muda Cocok Banget di Dunia Gig?
- 1. Fleksibilitas Tinggi
- 2. Pemanfaatan Keterampilan Digital
- 3. Portofolio Lebih Bernilai daripada Ijazah
- 4. Akses ke Pasar Global
- Tantangan di Balik Peluang Gig Economy
- Tips bagi Anak Muda yang Ingin Terjun ke Dunia Gig Economy
- 1. Bangun portofolio digital
- 2. Gabung komunitas gig worker atau freelancer
- 3. Perkuat personal branding
- 4. Mulai dari proyek kecil
- 5. Investasi pada peningkatan keterampilan (skill)
Dulu, dunia kerja identik dengan rutinitas presensi pagi, jam kerja tetap, dan terima gaji bulanan. Namun kini, lanskap pekerjaan mengalami perubahan besar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pengangguran terbuka (TPT) nasional mencapai 4,76 %, atau sekitar 7,28 juta orang dari total angkatan kerja pada Februari 2025. Kelompok usia muda (15–24 tahun) mencatat TPT tertinggi yakni 16,16 %, menjadikan mereka sebagai salah satu kelompok yang paling terdampak di pasar kerja saat ini.
Kondisi ini membuka peluang besar bagi gig economy sebagai alternatif bagi generasi muda. Dengan waktu kerja yang fleksibel, platform berbasis digital, dan model pendapatan berbasis hasil kerja (output), anak muda dapat mengeksplorasi kegiatan kerja tanpa harus terikat jam kantor atau prosedur formal sehingga lebih responsif terhadap kebutuhan pasar tenaga kerja yang dinamis dan kompetitif.
Di tengah perubahan dunia kerja yang semakin dinamis, generasi muda memiliki kesempatan emas untuk menjadi “bos bagi diri sendiri”. Lalu, seberapa besar peluang anak muda di dunia gig ini? Berikut penjelasannya.
Apa Itu Gig Economy?
Perkembangan teknologi digital dan revolusi industri 4.0 melahirkan sistem ekonomi baru yang disebut gig economy, sebuah konsep kerja berbasis platform digital dengan model yang fleksibel, dinamis, dan berorientasi pada proyek jangka pendek.
Dalam gig economy, seseorang tidak lagi bekerja dengan jam dan tempat tetap, melainkan menyelesaikan tugas atau proyek sesuai permintaan klien melalui platform digital. Contoh profesi dalam gig economy antara lain:
- Desainer grafis freelance
- Penulis konten lepas
- Pengemudi ojek daring (ojol) atau kurir
- Influencer dan content creator
- Konsultan paruh waktu
Dalam Jurnal Info Singkat Vol. XVII No. 5/I/PUSAKA/Maret/2025 yang diterbitkan oleh Komisi IX DPR RI, dijelaskan bahwa pekerja dalam sistem gig economy memiliki sejumlah karakteristik khas.
Mereka bekerja berdasarkan permintaan konsumen, menerima kompensasi yang dihitung dari hasil atau output kerja alih-alih dari jumlah jam kerja. Selain itu, para pekerja gig umumnya menggunakan sarana produksi milik sendiri seperti kendaraan, laptop, atau koneksi internet untuk menunjang aktivitas mereka. Seluruh proses kerja ini difasilitasi oleh platform digital yang berfungsi sebagai perantara antara pekerja dan klien, sekaligus berperan dalam pengawasan pekerjaan serta memfasilitasi sistem pembayarannya.
Meski sering disamakan dengan pekerja lepas (freelancer), keduanya memiliki perbedaan mendasar. Pekerja gig berorientasi pada pekerjaan jangka pendek dan fleksibilitas waktu, sedangkan freelancer lebih fokus pada pengembangan karier dan portofolio profesional.
Di Indonesia, tren gig economy terus berkembang pesat. Hal ini didorong oleh akses teknologi yang semakin mudah, maraknya platform digital seperti Gojek, Grab, Upwork, Fiverr, dan TikTok, serta meningkatnya keinginan generasi muda untuk bekerja secara mandiri, fleksibel, dan sesuai dengan gaya hidup digital mereka.
Kenapa Anak Muda Cocok Banget di Dunia Gig?
1. Fleksibilitas Tinggi
Salah satu daya tarik utama gig economy bagi anak muda adalah fleksibilitas. Mereka tidak terikat pada jam kerja kantor atau lokasi tertentu, sehingga dapat bekerja dari mana saja dan kapan saja.
Pola kerja ini sesuai dengan gaya hidup generasi muda yang dinamis, gemar bereksperimen, dan sering kali memiliki lebih dari satu minat atau kegiatan produktif.
2. Pemanfaatan Keterampilan Digital
Generasi muda tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Keterampilan digital seperti desain grafis, video editing, coding, penulisan konten, hingga content creation menjadi modal utama.
Gig economy memungkinkan mereka langsung mengonversi kemampuan tersebut menjadi peluang ekonomi nyata melalui berbagai platform digital.
3. Portofolio Lebih Bernilai daripada Ijazah
Dalam ekosistem kerja berbasis proyek, kinerja dan hasil kerja menjadi tolok ukur utama, bukan gelar akademik. Hal ini membuka kesempatan luas bagi anak muda untuk membangun reputasi profesional sejak dini melalui proyek-proyek kecil yang dapat berkembang menjadi portofolio kuat di pasar global.
4. Akses ke Pasar Global
Platform kerja daring seperti Upwork, Fiverr, atau Toptal membuka kesempatan bagi pekerja muda Indonesia untuk berkolaborasi dengan klien dari berbagai negara. Anak muda dapat memperoleh pendapatan dalam mata uang asing tanpa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Bekerja dari Indonesia, tetapi dibayar dalam dolar, kini bukan lagi hal yang mustahil.
Tantangan di Balik Peluang Gig Economy
Meski menjanjikan fleksibilitas dan kemandirian, dunia gig economy bukan tanpa risiko. Salah satu tantangan utama bagi para pekerja gig adalah ketidakpastian pendapatan. Karena sistem kerja berbasis proyek, intensitas pekerjaan dapat berubah sewaktu-waktu.
Hal ini menuntut pekerja untuk cermat dalam mengelola keuangan dan membangun jaringan klien yang berkelanjutan.
Selain itu, minimnya jaminan sosial juga menjadi persoalan klasik. Sebagian besar gig worker tidak memperoleh fasilitas seperti BPJS Ketenagakerjaan, asuransi kesehatan, atau dana pensiun dari platform tempat mereka bekerja. Untuk itu, para pekerja perlu secara mandiri mengurus perlindungan diri melalui BPJS Mandiri atau program asuransi mikro yang kini semakin mudah diakses.
Persaingan yang ketat juga menjadi tantangan tersendiri. Dengan semakin banyaknya individu yang menekuni profesi serupa, kemampuan beradaptasi dan pengembangan keterampilan menjadi kunci agar tetap relevan di tengah kompetisi global.
Direktur Research Institute of Socio-Economic Development, M. Fajar Rakhmadi, menekankan pentingnya perlindungan bagi pekerja gig economy meski mereka dihadapkan pada tantangan dan risiko pekerjaan fleksibel. Pernyataan itu disampaikannya saat kegiatan Diseminasi Studi RISED tentang Rencana Pembatasan Jam Kerja dan Survei Kesejahteraan Pekerja Gig di Universitas Airlangga, Mei 2024 lalu.
Fajar menyoroti dilema regulasi pemerintah antara mempertahankan fleksibilitas pekerjaan gig dan memberikan kepastian hukum. Ia menekankan perlunya kebijakan yang melindungi pekerja sekaligus menghargai keunikan pekerjaan gig, dengan pendekatan kolaborasi, edukasi, dan evaluasi berkelanjutan.
“Ini akan memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui pekerjaan GIG, menjaga daya tarik utamanya fleksibilitas serta menciptakan ekosistem kerja yang inklusif dan dinamis bagi semua pekerja,” terang Fajar dikutip dari kominfo.jatimprov.go.id.
Tips bagi Anak Muda yang Ingin Terjun ke Dunia Gig Economy
Agar bisa bersaing dan bertahan di tengah ketatnya pasar kerja digital, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan generasi muda sebelum benar-benar terjun ke dunia gig economy.
1. Bangun portofolio digital
Gunakan platform seperti Instagram, Behance, atau LinkedIn untuk memamerkan hasil kerja dan menarik klien potensial. Misalnya, desainer grafis bisa memposting proyek logo atau desain feed Instagram, sementara penulis bisa mengunggah tautan artikel yang sudah dimuat di media. Portofolio yang rapi akan memudahkan klien menilai kemampuanmu.
2. Gabung komunitas gig worker atau freelancer
Komunitas bisa menjadi sumber insight, peluang proyek, dan dukungan sesama pekerja. Misalnya, bergabung di grup Facebook atau komunitas lokal bisa membuka jalan ke proyek desain, nulis, atau voice over. Selain itu, komunitas juga tempat belajar cara negosiasi tarif dan membangun jaringan.
3. Perkuat personal branding
Ciptakan citra profesional yang konsisten agar lebih mudah dikenali oleh calon klien. Gunakan foto profil yang sama, bio yang menjelaskan keahlianmu seperti Graphic Designer, Brand Storyteller, Freelancer dan rutin membagikan tips atau hasil karya. Dengan begitu, kamu lebih mudah dikenali sebagai ahli di bidangmu.
4. Mulai dari proyek kecil
Jadikan setiap proyek sebagai pengalaman belajar dan pijakan menuju pekerjaan yang lebih besar. Ambil tawaran kecil dulu seperti desain logo UMKM lokal, menulis caption media sosial, atau bikin video pendek untuk promosi toko teman. Kumpulkan testimoni dan portofolio untuk proyek berikutnya.
5. Investasi pada peningkatan keterampilan (skill)
Ikuti kursus online, pelatihan digital, atau mentoring agar kemampuan tetap berkembang dan sesuai kebutuhan pasar. Misalnya, belajar SEO untuk penulis konten, UI/UX untuk desainer, atau editing video untuk kreator konten. Semakin relevan skill dengan kebutuhan pasar, makin besar peluang dapat proyek bernilai tinggi.
Leave a Reply